KLATEN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten mencanangkan program penanaman padi rojolele Srinar dan Srinuk secara masif. Hingga saat ini jumlah lahan tanam varietas padi unggulan asli Kota Bersinar ini terus bertambah dan semakin banyak petani lokal yang ikut menanam.
Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten, Widiyanti mengatakan saat ini lahan pengembangan padi rojolele Srinar-Srinuk mencapai 150 hektare. Seluas 100 hektare merupakan lahan yang diinisiasi oleh Pemkab Klaten dan sisanya dikembangkan oleh petani lokal secara mandiri serta tersebar di 12 kecamatan; Polanharjo, Delanggu, Wonosari, Juwiring, Karanganom, Trucuk, Ceper, Kalikotes, Klaten Selatan, Jogonalan, Karangnongko, dan Manisrenggo.
“Bertambahnya petani yang menanam dan ikut mengembangkan padi Srinar-Srinuk ini harus diimbangi dengan jaminan panennya terserap. Karenanya pagi petani, yang penting hasil panen mereka terserap,” ungkapnya, Kamis (18/11/2021).
Kepala Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten, Sunarna mengatakan guna mengakomodasi penyerapan panen petani, Bupati Klaten menerbitkan Inbup Nomor 1 Tahun 2020 yang berisi imbauan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk membeli beras rojolele Srinar-Srinuk yang merupakan produk lokal Klaten. Diharapkan dengan ASN yang ikut membeli varian beras rojolele yang dikembagkan sejak 2013 ini, panen petani padi rojolele di Klaten dapat terserap optimal.
“Tentunya di peraturan tersebut tidak diwajibkan namun diimbau. Padi rojolele Srinar-Srinuk merupakan hasil penelitian 6 tahun dan menjadi ikonnya Klaten sebagai salah satu daerah penunjang pangan Jawa Tengah,” paparnya.
Widiyanti menambahkan tidak hanya menjamin keterserapan panen padi rojolele Srinar-Srinuk di tingkat petani, kebijakan ini juga turut meningkatkan kesejahteraan petani karena peningkatan harga jual gabah kering panen. Menurutnya harga gabah kering panen dari varietas padi yang biasa ditanam petani lokal rata-rata Rp 3.800 hingga Rp 4.200 per kilogram, dengan menanam varietas rojolele Srinar-Srinuk, gabah kering panen petani dihargai Rp 4.800 hingga Rp 5.000 per kilogram.
“Maka dari itu diharapkan semakin banyak petani Klaten yang berminat menanam padi rojolele Srinar dan Srinuk. Dan semakin menguatkan ikon beras rojolele sebagai produk unggulan Klaten,” katanya menjelaskan.
Selain itu, kebijakan ini bertujuan untuk memasyarakatkan beras rojolele yang diinisiasi oleh ASN. Dengan demikian, di masa mendatang beras rojolele Srinar dan Srinuk lebih dikenal oleh masyarakat.
“Dulu hanya segelintir kalangan yang bisa menikmati beras rojolele. Selain karena harganya mahal, jumlah panennya juga terbatas karena masa tanam varietas asli rojolele sampai 6 bulan. Sementara dengan hadirnya Srinar-Srinuk, semakin banyak masyarakat yang ikut menikmati rojolele,” ujarnya.
Dirut Perusda Aneka Usaha Klaten, Sukardi mengatakan beras rojolele Srinar-Srinuk baru dijual secara terbatas di kalangan ASN. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya jumlah panen di tingkat petani karena pengembangan yang terbatas. Beras rojolele Srinar-Srinuk dijual dengan harga Rp 13.000 per kilogram, menurut Sukardi harga ini relatif lebih murah dibandingkan harga beras premium di pasaran.
“Harga ini diambil untuk menjaga kepentingan dua pihak. Pertama, ASN sebagai konsumen agar tidak terbebani harga yang terlalu mahal, dan kedua, petani sebagai produsen. Kalau harganya terlalu rendah, dikhawatirkan akan mempengaruhi harga beli gabah kering panen di tingkat petani, padahal kehadiran varietas padi rojolele Srinar-Srinuk untuk turut meningkatkan kesejahteraan petani,” ungkapnya.
Tim Pemberitaan Diskominfo Klaten
telah dibaca: 580 kali